BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penyebaran agama Islam di Indonesia
dimulai dari para bangsa Arab, Cina, dan Persia yang datang ke Indonesia dengan
tujuan untuk berdagang. Dalam perjalanannya menuju Indonesia, para pedagang
mengalami banyak proses disetiap daerah, terutama di Pulau Jawa. Agama Islam
berangsur-angsur berkembang menjadi agama paling besar di Jawa karena
dibeberapa titik temu perdagangan laut Internasional terdapat di Jawa Timur dan
Jawa Tengah. Jadi, penyebaran Islam di Jawa dibawa para pedagang melalui jalur
laut. Meluasnya penyebaran agama Islam dengan menyerang dan merebut kekuasaan
Kerajaan Majapahit.
Menjelang akhir abad ke-15 seiring dengan
kemuduran Majapahit, secara praktis beberapa wilayah kekuasaannya mulai
memisahkan diri. Bahkan wilayah-wilayah yang tersebar atas kadipaten-kadipaten
saling serang, saling mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit. Runtuhnya
Kerajaan Majapahit yang bercorak Hindu di Pulau Jawa berganti dengan berdirinya
Kerajaan Demak yang menyebarluaskan agama Islam di Pulau Jawa.
Kerajaan Demak merupakan kerajaan
Islam pertama di Pulau Jawa. Sebelumnya kerajaan Demak merupakan keadipatian
vazal dari kerajaan Majapahit. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah pada
tahun 1500 hingga tahun 1550 (Soekmono: 1973). Raden patah adalah bangsawan
kerajaan Majapahit yang telah mendapatkan pengukuhan dari Prabu Brawijaya yang
secara resmi menetap di Demak dan mengganti nama Demak menjadi Bintara.
(Muljana: 2005). Raden Patah
menjabat sebagai adipati kadipaten Bintara, Demak..Atas bantuan daerah-daerah
lain yang sudah lebih dahulu menganut islam seperti Jepara, Tuban dan Gresik,
ia mendirikan Kerajaan Islam dengan Demak sebagai pusatnya. Raden patah sebagai
adipati Islam di Demak memutuskan ikatan dengan Majapahit saat itu, karena
kondisi Kerajaan Majapahit yang memang dalam kondisi lemah. Bisa dikatakan
munculnya Kerajaan Demak merupakan suatu proses Islamisasi hingga mencapai
bentuk kekuasaan politik. Apalagi munculnya Kerajaan Demak juga dipercepat
dengan melemahnya pusat Kerajaan Majapahit sendiri, akibat pemberontakan serta
perang perebutan kekuasaan di kalangan keluarga raja-raja.( Poesponegoro:
1984).
Sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa, Kerajaan Demak
sangat berperan besar dalam proses Islamisasi pada masa itu. Kerajaan Demak
berkembang sebagai pusat perdagangan dan
sebagai pusat penyebaran agama Islam. Wilayah kekuasaan Demak meliputi Jepara,
Tuban, Sedayu Palembang, Jambi dan beberapa daerah di Kalimantan. Di samping
itu, Kerajaan Demak juga memiliki
pelabuhan-pelabuhan penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan dan Gresik
yang berkembang menjadi pelabuhan transito (penghubung).
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah awal mula berdirinya Kerajaan Demak?
2.
Bagaimana kehidupan politik, sosial budaya dan ekonomi Kerajaan
Demak?
3.
Bagaimana peradaban Kerajaan Demak pada abad XVI?
4.
Bagaimana Kerajaan Demak dapat mengalami Masa Keemasan?
5.
Apa penyebab keruntuhan Kerajaan Demak?
6.
Apa penyebab Kerajaan Demak bisa dibawah kekuasaan raja – raja
Mataram?
1.3
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah yang kami tulis, dalam pembuatan
makalah Kerajaan Demak dengan perumusan masalah di atas adalah :
1.
Menjelaskan awal mula berdirinya kerajaan Demak
2.
Menjelaskan kehidupan politik, sosial budaya dan ekonomi Kerajaan
Demak
3.
Menjelaskan peradaban kerajaan Demak pada abad XVI
4.
Menjelaskan Kerajaan Demak dapat mengalami Masa Keemasan
5.
Menjelaskan perang saudara di kerajaan Demak
6.
Menjelaskan penyebab keruntuhan Kerajaan Demak
7.
Menjelaskan Demak dibawah kekuasaan raja – raja Mataram
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok sebagai
bahan diskusi dalam mata kuliah Sejarah Indonesia Madya . Serta menambah
pengetahuan tentang proses tumbuh dan berkembangnya Kerajaan Demak yang diharapkan sangat bermanfaat bagi banyak
orang yang membaca makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Letak Geografis
Kerajaan Demak
Secara geografis Kerajaan Demak terletak
di daerah Jawa Tengah, tetapi pada awal kemunculannya kerajaan Demak mendapat
bantuan dari para Bupati daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur yang telah
menganut agama Islam. Pada sebelumnya, daerah Demak bernama Bintoro yang
merupakan daerah vasal atau bawahan Kerajaan Majapahit. Kekuasaan
pemerintahannya diberikan kepada Raden Fatah (dari kerajaan Majapahit) yang
ibunya menganut agama Islam dan berasal dari Jeumpa (Daerah Pasai). Letak Demak
sangat menguntungkan, baik untuk perdagangan maupun pertanian. Pada zaman
dahulu wilayah Demak terletak di tepi selat di antara Pegunungan Muria dan
Jawa. Sebelumnya selat itu rupanya agak lebar dan dapat dilayari dengan baik
sehingga kapal dagang dari Semarang dapat mengambil jalan pintas untuk berlayar
ke Rembang. Tetapi sudah sejak abad XVII jalan pintas itu tidak dapat dilayari
setiap saat.Pada abad XVI agaknya Demak telah menjadi gudang padi dari daerah
pertanian di tepian selat tersebut.
Konon, kota Juwana merupakan pusat
seperti itu bagi daerah tersebut pada sekitar 1500. Tetapi pada sekitar 1513
Juwana dihancurkan dan dikosongkan oleh Gusti Patih, panglima besar kerajaan
Majapahit yang bukan Islam. Ini kiranya merupakan peralawanan terakhir kerajaan
yang sudah tua itu. Setelah jatuhnya Juwana, Demak menjadi penguasa tunggal di
sebelah selatan Pegunungan Muria.
Yang menjadi penghubung antara Demak
dan Daerah pedalaman di Jawa Tengah ialah Sungai Serang (dikenal juga dengan
nama-nama lain), yang sekarang bermuara di Laut Jawa antara Demak dan Jepara. Hasil
panen sawah di daerah Demak rupanya pada zaman dahulu pun sudah baik.
Kesempatan untuk menyelenggarakan pengaliran cukup. Lagi pula, persediaan padi
untuk kebutuhan sendiri dan untuk pergadangan masih dapat ditambah oleh para
penguasa di Demak tanpa banyak susah, apabila mereka menguasai jalan penghubung
di pedalaman Pegging dan Pajang.
2.2 Awal Kerajaan Demak
Kerajaan Islam yang pertama di Jawa
adalah Demak, dan berdiri pada tahun 1478 M. Hal ini didasarkan atas jatuhnya
kerajaan Majapahit yang diberi tanda Candra Sengkala: Sirna hilang Kertaning
Bumi, yang berarti tahun saka 1400 atau 1478 M.
Kerajaan Demak itu didirikan oleh
Raden Fatah. Beliau selalu memajukan agama islam di bantu oleh para wali dan
saudagar Islam. Raden Fatah nama kecilnya adalah Pangeran Jimbun. Menurut
sejarah, dia adalah putera raja Majapahit yang terakhir dari garwa Ampean, dan
Raden Fatah dilahirkan di Palembang. Karena Arya Damar sudah masuk Islam maka
Raden Fatah dididik secara Islam, sehingga jadi pemuda yang taat beragama
Islam.
Pada awal abad ke-14, Kaisar Yan Lu
dari Dinasti Ming di China mengirimkan seorang putri kepada raja Brawijaya V di
Majapahit, sebagai tanda persahabatan kedua negara. Putri yang cantik jelita
dan pintar ini segera mendapat tempat istimewa di hati raja. Raja Brawijaya
sangat tunduk kepada semua kemauan sang putri jelita, hingga membawa banyak
pertentangan dalam istana Majapahit. Pasalnya sang putri telah berakidah
tauhid. Saat itu, Brawijaya sudah memiliki permaisuri yang berasal dari Champa
(sekarang bernama Kamboja), masih kerabat Raja Champa. Sang permaisuri memiliki
ketidakcocokan dengan putri pemberian Kaisar Yan Lu. Akhirnya dengan berat hati
raja menyingkirkan putri cantik ini dari istana. Dalam keadaan mengandung sang
putri dihibahkan kepada adipati Pelembang, Arya Damar. Raden Fatah dilahirkan
dari rahim sang putri Cina di Palembang. Nama kecil Raden Fatah adalah pangeran
Jimbun. Karena Arya Damar sudah masuk Islam maka Raden Fatah dididik secara
Islam, sehingga jadi pemuda yang taat beragama Islam. Pada masa mudanya Raden Fatah memperoleh
pendidikan yang berlatarbelakang kebangsawanan dan politik, 20 tahun lamanya ia
hidup di istana Adipati Palembang.
Babad Tanah Jawi menyebutkan, Raden
Patah menolak menggantikan Arya Damar menjadi bupati Palembang. Ia kabur ke
pulau Jawa ditemani Raden Kusen (Adik Tiri Raden Fatah). Sesampainya di Jawa,
keduanya berguru pada Sunan Ampel di Surabaya. Raden Kusen kemudian mengabdi ke
Majapahit, sedangkan Raden Patah pindah ke Jawa Tengah membuka hutan Glagahwangi
menjadi sebuah pesantren.
Semakin lama Pesantren Glagahwangi
semakin maju. Brawijaya (alias Bhre Kertabhumi) di Majapahit khawatir kalau
Raden Patah berniat memberontak. Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat
menjadi Adipati Terung diperintah untuk memanggil Raden Patah. Raden Kusen
menghadapkan Raden Patah ke Majapahit. Brawijaya (diidentifikasi sebagai
Brawijaya V) merasa terkesan dan akhirnya mau mengakui Raden Patah sebagai
putranya. Raden Patah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan Glagahwangi
diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota bernama Bintara.
Menurut kronik Cina, Jin Bun pindah
dari Surabaya ke Demak tahun 1475. Kemudian ia menaklukkan Semarang tahun 1477
sebagai bawahan Demak. Hal itu membuat Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi) di
Majapahit resah. Namun, berkat bujukan Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel),
Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui Jin Bun sebagai anak, dan meresmikan
kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo (ejaan China untuk Bintoro).
2.3 Kehidupan Politik Kerajaan Demak
Ketika kerajaan Majapahit mulai
mundur, banyak bupati yang ada di daerah pantai utara Pulau Jawa melepaskan
diri. Bupati-bupati itu membentuk suatu persekutuan di bawah pimpinan Demak. Setelah kerajaan
Majapahit runtuh, berdirilah kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam pertama
dipulau Jawa. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Demak adalah sebagai
berikut :
a. Raden Patah (1500-1518)
Raden Patah adalah pendiri dan
sultan pertama dari kerajaan Demak yang memerintah tahun 1500-1518 (Muljana:
2005). Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Patah adalah putra prabu Brawijaya raja
terakhir. Di ceritakan prabu Brawijaya selain kawin dengan Ni Endang Sasmitapura,
juga kawin dengan putri cina dan putri campa. Karena Ratu Dwarawati sang
permaisuri yang berasal dari Campa merasa cemburu, prabu Brawijaya terpaksa
memberikan putri Cina kepada putra sulungnya, yaitu Arya Damar bupati
Palembang. Setelah melahirkan Raden Patah, setelah itu putri Cina dinikahi Arya
Damar, dan melahirkan seorang anak
laki-laki yang diberi nama Raden Kusen. Demikianlah Raden Patah dan Raden Kusen
adalah saudara sekandung berlainan bapak.( Muljana: 2005). Menurut kronik Cina dari kuil Sam Po
Kong, nama panggilan waktu Raden Patah masih muda adalah Jin Bun, putra
Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi) atau disebut juga prabu Brawijaya V dari
selir Cina.
Babad Tanah Jawi menyebutkan, Raden
Patah dan Raden Kusen menolak untuk menuruti kehendak orang tuanya untuk
menggantikan ayahnya sebagai adipati di Palembang. Mereka lolos dari keraton
menuju Jawa dengan menumpang kapal dagang. Mereka berdua mendarat di Surabaya,
lalu menjadi santri pada Sunan Ngampel.( Muljana: 2005). Raden Patah tetap
tinggal di Ngampel Denta, kemudian dipungut sebagai menantu Sunan Ngampel,
dikawinkan dengan cucu perempuan, anak sulung Nyai Gede Waloka. Raden Kusen
kemudian mengabdi pada prabu Brawijaya di Majapahit. Raden Kusen diangkat
menjadi adipati Terung, sedangkan Raden Patah pindah ke Jawa Tengah, di situ ia
membuka hutan Glagahwangi atau hutan Bintara menjadi sebuah pesantren dan Raden
Patah menjadi ulama di Bintara dan mengajarkan agama Islam kepada penduduk
sekitarnya. Makin lama Pesantren Glagahwangi semakin maju. Prabu Brawijaya di
Majapahit khawatir kalau Raden Patah berniat memberontak.Raden Kusen yang kala
itu sudah diangkat menjadi Adipati Terung diperintah untuk memanggil Raden
Patah.
Raden Kusen menghadapkan Raden Patah
ke Majapahit.Brawijaya merasa terkesan dan akhirnya mau mengakui Raden Patah
sebagai putranya. Raden Patah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan
Glagahwangi diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota bernama Bintara.
Menurut kronik Cina, Jin Bun alias
Raden Patah pindah dari Surabaya ke
Demak tahun 1475. Kemudian ia menaklukkan Semarang tahun 1477 sebagai bawahan
Demak. Hal itu membuat Kung-ta-bu-mi di Majapahit resah. Namun, berkat bujukan
Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel), Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui Jin Bun
sebagai anak, dan meresmikan kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo atau
Bintara ( Muljana: 2005).
Dalam waktu yang singkat, di bawah
kepemimpinan Raden Patah, lebih-lebih oleh karena jatuhnya Malaka ke tangan
portugis dalam tahun 1511, Demak mencapai puncak kejayaannya. Dalam masa
pemerintahan Raden Patah, Demak berhasil dalam berbagai bidang, diantaranya
adalah perluasan dan pertahanan kerajaan, pengembangan islam dan pengamalannya,
serta penerapan musyawarah dan kerja sama antara ulama dan umara (penguasa).
(Muljana: 2005). Keberhasilan Raden Patah dalam perluasan dan pertahanan
kerajaan dapat dilihat ketika ia menaklukkan Girindra Wardhana yang merebut
tahkta Majapahit (1478), hingga dapat menggambil alih kekuasaan majapahit.
Selain itu, Raden Patah juga mengadakan perlawan terhadap portugis, yang telah
menduduki malaka dan ingin mengganggu demak.Ia mengutus pasukan di bawah
pimpinan putranya, Pati Unus atau Adipati Yunus atau Pangeran Sabrang Lor
(1511), meski akhirnya gagal. Perjuangan Raden Patah kemudian dilanjutkan oleh
Pati Unus yang menggantikan ayahnya pada tahun 1518. Dalam bidang dakwah islam
dan pengembangannya,
Raden patah mencoba menerapkan hukum
islam dalam berbagai aspek kehidupan. Selain itu, ia juga membangun istana dan
mendirikan masjid (1479) yang sampai sekarang terkenal dengan masjid Agung
Demak. Pendirian masjid itu dibantu sepenuhnya oleh walisanga.
b. Adipati Unus (1518 - 1521)
Pada tahun 1518 Raden Patah wafat
kemudian digantikan putranya yaitu Pati Unus. Pati Unus terkenal sebagai
panglima perang yang gagah berani dan pernah memimpin perlawanan terhadap
Portugis di Malaka. Karena keberaniannya itulah ia mendapatkan julukan Pangeran
Sabrang lor. ( Soekmono: 1973).
Tome Pires dalam bukunya Suma Oriental menceritakan
asal-usul dan pengalaman Pati Unus. Dikatakan bahwa kakek Pati Unus berasal
dari Kalimantan Barat Daya.Ia merantau ke Malaka dan kawin dengan wanita
Melayu.
Dari perkawinan itu lahir ayah Pati
Unus, ayah Pate Unus kemudian kembali ke Jawa dan menjadi penguasa di Jepara.(
Muljana: 2005 ). Setelah dewasa beliau diambil mantu oleh Raden Patah yang
telah menjadi Sultan Demak I. Dari Pernikahan dengan putri Raden Patah, Adipati
Unus resmi diangkat menjadi Adipati wilayah Jepara (tempat kelahiran beliau
sendiri). Karena ayahanda beliau (Raden Yunus) lebih dulu dikenal masyarakat,
maka Raden Abdul Qadir lebih lebih sering dipanggil sebagai Adipati bin Yunus
(atau putra Yunus). Kemudian hari banyak orang memanggil beliau dengan yang
lebih mudah Pati Unus.
Tahun 1512 giliran Samudra Pasai
yang jatuh ke tangan Portugis ( Muljana: 2005 ). Hal ini membuat tugas Pati
Unus sebagai Panglima Armada Islam tanah jawa semakin mendesak untuk segera
dilaksanakan. Maka tahun 1513 dikirim armada kecil, ekspedisi Jihad I yang
mencoba mendesak masuk benteng Portugis di Malaka gagal dan balik kembali ke tanah Jawa. Kegagalan ini karena kurang
persiapan menjadi pelajaran berharga untuk membuat persiapan yang lebih baik. Maka
direncanakanlah pembangunan armada besar sebanyak 375 kapal perang di tanah
Gowa, Sulawesi yang masyarakatnya sudah terkenal dalam pembuatan kapal. Di
tahun 1518 Raden Patah, Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al Fattah mangkat,
beliau berwasiat supaya mantu beliau Pati Unus diangkat menjadi Sultan Demak
berikutnya. Maka diangkatlah Pati Unus atau Raden Abdul Qadir bin Yunus.
Armada perang Islam siap berangkat
dari pelabuhan Demak dengan mendapat pemberkatan dari Para Wali yang dipimpin
oleh Sunan Gunung Jati. Armada perang yang sangat besar untuk ukuran dulu
bahkan sekarang. Dipimpin langsung oleh Pati Unus bergelar Senapati Sarjawala
yang telah menjadi Sultan Demak II. Dari sini sejarah keluarga beliau akan
berubah, sejarah kesultanan Demak akan berubah dan sejarah tanah Jawa akan
berubah. Kapal yang ditumpangi Pati Unus terkena peluru meriam ketika akan
menurunkan perahu untuk merapat ke pantai. Ia gugur sebagai Syahid karena
kewajiban membela sesama Muslim yang tertindas penjajah (Portugis) yang
bernafsu memonopoli perdagangan rempah-rempah.
Sedangkan Pati Unus, Sultan Demak II
yang gugur kemudian disebut masyarakat dengan gelar Pangeran Sabrang Lor atau
Pangeran (yang gugur) di seberang utara. Pimpinan Armada Gabungan Kesultanan
Banten, Demak dan Cirebon segera diambil alih oleh Fadhlullah Khan yang oleh
Portugis disebut Falthehan, dan belakangan disebut Fatahillah setelah mengusir
Portugis dari Sunda Kelapa 1527. Di ambil alih oleh Fadhlullah Khan adalah atas
inisiatif Sunan Gunung Jati yang sekaligus menjadi mertua karena putri beliau
yang menjadi janda Sabrang Lor dinikahkan dengan Fadhlullah Khan.
c. Sultan Trenggono (1521 - 1546)
Sultan Trenggono adalah Sultan Demak
yang ketiga, beliau memerintah Demak dari tahun 1521-1546 M. ( Badrika: 2006 ).
Sultan Trenggono adalah putra Raden Patah pendiri Demak yang lahir dari permaisuri
Ratu Asyikah putri Sunan Ampel ( Muljana: 2005 ). Menurut Suma Oriental, ia
dilahirkan sekitar tahun 1483. Sultan Trenggana merupakan penerus Adipati
Yunus, yaitu kakaknya yang terlebih dulu menjadi Sultan menggantikan Raden
Patah. Masa pemerintahan Sultan Trenggrana berlangsung selama 25 tahun, yaitu
dari tahun 1521-1546.[1]
Menurut perkiraan Pires, Tranggana
lahir pada tahun 1483. Musafir Portugis itu, pada sekitar tahun 1515 ketika
mengumpulkan bahan-bahan untuk menyusun bukunya Suma Oriental, tidak mempunyai
penilaian tinggi terhadap penguasa ketiga Demak ini. Ia berpendapat bahwa Raja
tersebut terlalu memanjakan diri dengan kenikmatan keputren, ia hidup mewah dan
berfoya-foya dan mengabaikan urusan kenegaraannya.[2]
Permaisuri Sultan Trenggana ada dua: Putri Nyai Ageng Malaka dan Putri Sunan
Kalijaga, Putra-putri Sultan Trenggana :
a.
Ratu Mas Pembayan
b.
Panembahan Prawata
c.
Ratu Mas Pamantingan
d.
Ratu Mas Kalinyamat
e.
Ratu Mas Arya Ing Surabaya
f.
Ratu Mas Katambang
g.
Ratu Mas Cempaka = istri Jaka Tingkir
h.
Panambahan Mas Ing Madiun
i.
Ratu Mas Sekar Kedaton[3]
Diantaranya yang paling terkenal
ialah Sunan Prawoto yang menjadi raja penggantinya, Ratu Kalinyamat yang
menjadi bupati Jepara, Ratu Mas Cempaka yang menjadi istri Sultan Hadiwijaya,
dan Pangeran Timur yang berkuasa sebagai adipati di wilayah Madiun dengan gelar
Rangga Jumena.
Sultan Trenggana Wafat / Mangkat
Berita Sultan Trenggono wafat ditemukan dalam catatan seorang Portugis bernama
Fernandez Mendez Pinto. Pada tahun 1546 Sultan Trenggono menyerang Panarukan,
Situbondo yang saat itu dikuasai Blambangan.Sunan Gunung Jati membantu dengan
mengirimkan gabungan prajurit Cirebon, Banten, dan Jayakarta sebanyak 7.000
orang yang dipimpin Fatahillah. Mendez Pinto bersama 40 orang temannya saat itu
ikut serta dalam pasukan Banten.[4]
Pasukan Demak sudah mengepung
Panarukan selama tiga bulan, tapi belum juga dapat merebut kota itu. Suatu
ketika Sultan Trenggono bermusyawarah bersama para adipati untuk melancarkan
serangan selanjutnya. Putra bupati Surabaya yang berusia 10 tahun menjadi
pelayannya. Anak kecil itu tertarik pada jalannya rapat sehingga tidak
mendengar perintah Trenggono. Trenggono marah dan memukulnya. Anak itu secara
spontan membalas menusuk dada Trenggono memakai pisau. Sultan Demak itu pun
tewas seketika dan segera dibawa pulang meninggalkan Panarukan.[5]
Sultan Trenggana berjasa atas
penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawah Sultan Trenggana,
Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa
dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana
(1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545),
dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546).
Panglima perang Demak waktu itu adalah
Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatera), yang juga menjadi menantu Sultan
Trenggana. Sultan Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran
menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto
d. Sunan Prawata (1546 – 1549)
Sunan Prawata adalah nama lahirnya (Raden
Mukmin) adalah raja keempat Kesultanan Demak, yang memerintah tahun 1546-1549.
Ia lebih cenderung sebagai seorang ahli agama daripada ahli politik. Pada masa
kekuasaannya, daerah bawahan Demak seperti Banten, Cirebon, Surabaya, dan
Gresik, berkembang bebas tanpa mampu dihalanginya. Menurut Babad Tanah Jawi, ia
tewas dibunuh oleh orang suruhan bupati Jipang Arya Penangsang, yang tak lain
adalah sepupunya sendiri. Setelah kematiannya, Hadiwijaya memindahkan pusat
pemerintahan ke Pajang, dan Kesultanan Demak pun berakhir.
Sepeninggal Sultan Trenggana yang
memerintah Kesultanan Demak tahun 1521-1546, Raden Mukmin selaku putra tertua
naik tahta.Ia berambisi untuk melanjutkan usaha ayahnya menaklukkan Pulau Jawa.
Namun, keterampilan berpolitiknya tidak begitu baik, dan ia lebih suka hidup
sebagai ulama daripada sebagai raja. Raden Mukmin memindahkan pusat
pemerintahan dari kota Bintoro menuju bukit Prawoto. Lokasinya saat ini
kira-kira adalah desa Prawoto, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Oleh karena itu, Raden Mukmin pun terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto. Pemerintahan
Sunan Prawoto juga terdapat dalam catatan seorang Portugis bernama Manuel
Pinto.
Pada tahun 1548, Manuel Pinto
singgah ke Jawa sepulang mengantar surat untuk uskup agung Pastor Vicente
Viegas di Makassar. Ia sempat bertemu Sunan Prawoto dan mendengar rencananya
untuk mengislamkan seluruh Jawa, serta ingin berkuasa seperti sultan Turki.
Sunan Prawoto juga berniat menutup jalur beras ke Malaka dan menaklukkan
Makassar. Akan tetapi, rencana itu berhasil dibatalkan oleh bujukan Manuel
Pinto.
Cita-cita Sunan Prawoto pada
kenyataannya tidak pernah terlaksana.Ia lebih sibuk sebagai ahli agama dari
pada mempertahankan kekuasaannya. Satu per satu daerah bawahan, seperti Banten,
Cirebon, Surabaya, dan Gresik, berkembang bebas; sedangkan Demak tidak mampu
menghalanginya.
2.4 Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Demak
Seperti yang telah dijelaskan pada
uraian materi sebelumnya, bahwa letak Demak sangat strategis di jalur
perdagangan nusantara memungkinkan Demak berkembang sebagai kerajaan maritim.
Dalam kegiatan perdagangan, Demak berperan sebagai penghubung antara daerah
penghasil rempah di Indonesia bagian Timur dan penghasil rempah-rempah
Indonesia bagian barat. Dengan demikian perdagangan Demak semakin berkembang.
Dan hal ini juga didukung oleh penguasaan Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di
daerah pesisir pantai Pulau Jawa.
Sebagai kerajaan Islam yang memiliki
wilayah di pedalaman, maka Demak juga memperhatikan masalah pertanian, sehingga
beras merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan
demikian kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan
Demak memperoleh keuntungan di bidang ekonomi.
Letak kerajaan Demak yang strategis
, sangat membantu Demak sebagai kerajaan Maritim. Lagi pula letaknya yang ada
di muara sungai Demak mendorong aktivitas perdagangan cepat berkembang. Di
samping dari perdagangan, Demak juga hidup dari agraris. Pertanian di Demak
tumbuh dengan baik karena aliran sungai Demak lewat pelabuhan Bergota dan
Jepara.Demak bisa menjual produksi andalannya seperti beras, garam dan kayu
jati.
2.5 Kehidupan Sosial –
Budaya Kerajaan Demak
Berdirinya kerajaan Demak banyak
didorong oleh latar belakang untuk mengembangkan dakwah Islam. Oleh karena itu
tidak heran jika Demak gigih melawan daerah-daerah yang ada dibawah pengaruh
asing. Berkat dukungan Wali Songo , Demak berhasil menjadikan diri sebagai
kerajaan Islam pertama di Jawa yang memiliki pengaruh cukup luas. Untuk
mendukung dakwah pengembangan agama Islam, dibangun Masjid Agung Demak sebagai
pusatnya. Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih berdasarkan pada
agama dan budaya Islam karena pada dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam
di Pulau Jawa.
Sebagai pusat penyebaran Islam Demak
menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria,
Sunan Kudus dan Sunan Bonang. Para wali tersebut memiliki peranan yang penting
pada masa perkembangan Kerajaan Demak bahkan para wali tersebut menjadi
penasehat bagi raja Demak. Dengan demikian terjalin hubungan yang erat antara
raja/bangsawan/para wali/ulama dengan rakyat.
Hubungan yang erat tersebut,
tercipta melalui pembinaan masyarakat yang diselenggarakan di Masjid maupun
Pondok Pesantren. Sehingga tercipta kebersamaan atau Ukhuwah Islamiyah
(persaudaraan diantara orang-orang Islam).
Demikian pula dalam bidang budaya banyak
hal yang menarik yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Demak. Salah satunya
adalah Masjid Demak, dimana salah satu tiang utamanya terbuat dari
pecahan-pecahan kayu yang disebut Soko Tatal. Masjid Demak dibangun atas
pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Masjid (pendopo) itulah Sunan
Kalijaga menciptakan dasar-dasar perayaan Sekaten (Maulud Nabi Muhammad saw)
yang sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon. Hal tersebut
menunjukan adanya akulturasi kebudayaan Hindu dengan kebudayaan Islam.
Setelah Demak berkuasa kurang lebih
setengah abad, ada beberapa hasil peradaban Demak yang sampai saat ini masih
dapat dirasakan:
1. Sultan Demak, Senopati Jimbun pernah menyusun suatu himpunan
undang-undang dan peraturan di bidang pelaksanaan hukum. Namanya: Salokantara,
sebagai kitab hukum, maka didalamnya antara lain menerangkan tentang pemimpin
keagamaan yang pernah menjadi hakim. Mereka disebut dharmahyaksa dan
kertopapatti.
2. Gelar pengulu (kepala), juga sudah dipakai disana, yang sudah
dipakai Imam di Masjid Demak. Hal in juga terkait dengan orang yang terpenting
disana, yaitu nama Sunan Kalijaga. Kata Kali berasal dari bahasa Arab Qadli,
walaupun hal itu juga dikaitkan dengan nama sebuah sungai kecil, Kalijaga di
Cirebon. Ternyata istilah Qadli, pada masa-masa selanjutnya dipakai oleh
imam-imam masjid.
3. Bertambahnya bangunan-bangunan militer di Demak dan ibukota
lainnya di Jawa pada abad XVI.
4. Peranan penting Masjid Demak sebagai pusat peribadatan Kerajaan
Islam pertama di Jawa. Dengan Masjid, umat Islam di Jawa dapat mengadakan
hubungan dengan pusat-pusat Islam Internasional di luar negeri (di Tanah Suci,
maka dengan kekhalifahan Ustmaniyah di Turki).
5. Munculnya kesenian seperti wayang orang, wayang topeng, gamelan,
tembang macapat, pembuatan keris, dan hikayat-hikayat Jawa yang dipandang
sebagai penemuan para wali yang sezaman dengan Kerajaan Demak.
6. Perkembangan sastra Jawa yang terpusat di bandar-bandar pantai
utara dan pantai timur Jawa yang mungkin sebelumnya tidak di Islami, maupun
pada masa-masa selanjutnaya “di Islamkan”.
Kemajuan Kerajaan Demak dalam
berbagai bidang tidak bisa dilepaskan dari peran serta Islam dalam menyusun dan
membentuk pondasi Kemasyarakatan Demak yang lebih Unggul. Disamping itu peran
serta para pemimpin dan para Wali juga turut membantu kejayaan Kerajaan Demak.
2.6 Peradaban Kerajaan
Demak Pada Abad XVI
Kerajaan Demak merupakan lanjutan
kerajaan Majapahit. Sebelum raja Demak merasa sebagai raja Islam merdeka dan
memberontak pada kekafiran (Majapahit). Tidak diragukan lagi bahwa sudah sejak
abad XIV orang Islam tidak asing lagi di kota kerajaan Majapahit dan di bandar
bubat. Cerita-cerita jawa yang memberitakan adanya “kunjungan menghadap raja”
ke Keraton Majapahit sebagai kewajiban tiap tahun, juga bagi para vasal yang
beragama Islam, mengandung kebenaran juga. Dengan melakukan “kunjungan
menghadap raja” secara teratur itulah vasal menyatakan kesetiaannya sekaligus
dengan jalan demikian ia tetap menjalin hubungan dengan para pejabat keraton
Majapahit, terutama dengan patih. Waktu raja Demak menjadi raja Islam merdeka
dan menjadi sultan, tidak ada jalan lain baginya. Bahwa banyak bagian dari
peradaban lama, sebelum zaman Islam telah diambil alih oleh Keraton-keraton
Jawa Islam di Jawa Tengah, terbukti jelas sekali dari kesusastraan Jawa pada
zaman itu.
Bertambahnya bangunan militer di
Demak dan Ibukota lainnya di Jawa pada abad XVI, selain karena keperluan yang
sangat mendesak, disebabkan juga oleh pengaruh tradisi kepahlawanan Islam dan
contoh ynag dilihat di kota-kota Islam di luar negeri.Peranan penting masjid
Demak sebagai pusat peribadatan kerajaan Islam pertama di Jawa dan kedudukannya
di hati orang beriman pada abad XVI dan sesudahnya. Terdapatnya jemaah yang
sangat berpengaruh dan dapat berhubungan dengan pusat Islam Internasional di
luar negeri.
Bagian-bagian penting peradaban jawa
Islam yang sekarang, seperti wayang orang, wayang topeng, gamelan, tembang
macapat dan pembuatan keris, kelihatannya sejak abad XVII oleh hikayat Jawa
dipandang sebagai hasil penemuan para wali yang hidup sezaman dengan kesultanan
Demak. Kesenian tersebut telah mendapat kedudukan penting dalam peradaban Jawa
sebelum Islam, kemungkinan berhubungan dengan ibadat. Pada waktu abad XV dan
XVI di kebanyakan daerah jawa tata cara kafir harus diganti dengan upacara
keagamaan Islam, seni seperti wayang dan gamelan itu telah kehilangan sifat
sakralnya. Sifatnya lalu menjadi “sekuler”.
Perekembangan sastra Jawa yang pada
waktu itu dikatakan “modern” juga mendapat pengaruh dari proses sekularisasi
karya-karya sastra yang dahulu keramat dan sejarah suci dari zaman kuno.
Peradaban “pesisir” yang berpusat di bandar-bandar pantai utara dan pantai
timur Jawa, mungkin pada mulanya pada abad XV tidak semata-mata bersifat Islam.
Tetapi kejayaannya pada abad XVI dan XVII dengan jelas menunjukkan hubungan
dengan meluasnya agama Islam.
2.7
Masa Keemasan
Kerajaan Demak
Demak di bawah Pati Unus adalah
Demak yang berwawasan nusantara. Visi besarnya adalah menjadikan Demak sebagai
kerajaan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam
dengan pendudukan Portugis di Malaka. Kemudian beberapa kali ia mengirimkan
armada lautnya untuk menyerang Portugis di Malaka. Trenggana berjasa atas
penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawahnya, Demak mulai
menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari
Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527),
Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan
Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546).
Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam
sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan
Prawoto. Salah seorang panglima perang Demak waktu itu adalah Fatahillah,
pemuda asal Pasai (Sumatera), yang juga menjadi menantu raja Trenggana.
Sementara Maulana Hasanuddin putera Sunan Gunung Jati diperintah oleh Trenggana
untuk menundukkan Banten Girang. Kemudian hari keturunan Maulana Hasanudin
menjadikan Banten sebagai kerajaan mandiri. Sedangkan Sunan Kudus merupakan
imam di Masjid Demak juga pemimpin utama dalam penaklukan Majapahit sebelum
pindah ke Kudus.
2.8 Keruntuhan Kerajaan
Demak
a. Perang Saudara di Kerajaan Demak
Perang saudara ini berawal dari
meninggalnya anak sulung Raden Patah yaitu Adipati Unus yang manjadi putra
mahkota. Akhirnya terjadi perebutan kekuasaan antara anak-anak dari Raden
Patah. Persaingan ketat anatara Sultan Trenggana dan Pangeran Seda Lepen
(Kikin). Akhirnya kerajaan Demak mampu dipimpin oleh Trenggana dengan menyuruh
anaknya yaitu Prawoto untuk membunuh pangeran Seda Lepen. Dan akhirnya sultan
Trenggana manjadi sultan kedua di Demak. Pada masa kekuasaan Sultan Trenggana
(1521-1546), Demak mencapai puncak keemasan dengan luasnya daerah kekuasaan
dari Jawa Barat sampai Jawa timur. Hasil dari pemerintahannya adalah Demak
memiliki benteng bawahan di barat yaitu di Cirebon. Tapi kesultanan Cirebon
akhirnya tidak tunduk setelah Demak berubah menjadi kesultanan pajang.
Sultan Trenggana meninggalkan dua
orang putra dan empat putri. Anak pertama perempuan dan menikah dengan Pangeran
Langgar, anak kedua laki-laki, yaitu sunan prawoto, anak yang ketiga perempuan,
menikah dengan pangeran kalinyamat, anak yang keempat perempuan, menikah dengan
pangeran dari Cirebon, anak yang kelima perempuan, menikah dengan Jaka Tingkir,
dan anak yang terakhir adalah Pangeran Timur. Arya Penangsang Jipang telah
dihasut oleh Sunan Kudus untuk membalas kematian dari ayahnya, Raden Kikin atau
Pangeran Sedo Lepen pada saat perebutan kekuasaan. Dengan membunuh Sunan
Prawoto, Arya Penangsang bisa menguasai Demak dan bisa menjadi raja Demak yang
berdaulat penuh. Pada tahun 1546 setelah wafatnya Sultan Trenggana secara
mendadak, anaknya yaitu Sunan Prawoto naik tahta dan menjadi raja ke-3 di
Demak. Mendengar hal tersebut Arya Penangsang langsung menggerakan pasukannya
untuk menyerang Demak. Pada masa itu posisi Demak sedang kosong armada.
Armadanya sedang dikirim ke Indonesia timur. Maka dengan mudahnya Arya
Penangsang membumi hanguskan Demak. Yang tersisa hanyalah masjid Demak dan
Klenteng.
Dalam pertempuran ini tentara Demak
terdesak dan mengungsi ke Semarang, tetapi masih bisa dikejar. Sunan prawoto
gugur dalam pertempuran ini. Dengan gugurnya Sunan Prawoto, belum menyelesaikan
masalah keluarga ini. Masih ada seseorang lagi yang kelak akan membawa Demak
pindah ke Pajang, Jaka Tingkir. Jaka Tingir adalah anak dari Ki Ageng Pengging
bupati di wilayah Majapahit di daerah Surakarta. Dalam babad tanah jawi, Arya
Penangsang berhasil membunuh Sunan Prawoto dan Pangeran Kalinyamat, sehingga
tersisa Jaka Tingkir. Dengan kematian kalinyamat, maka janda dari pangeran
kalinyamat membuat saembara. Siapa saja yang bisa membunuh Arya Penangsang,
maka dia akan mendapatkan aku dan harta bendaku.
Begitulah sekiranya tutur kata dari
Nyi Ratu Kalinyamat. Mendengar hal tersebut Jaka Tingkir menyanggupinya, karena
beliau juga adik ipar dari Pangeran Kalinyamat dan Sunan Prawoto. Jaka Tingkir
dibantu oleh Ki Ageng Panjawi dan Ki Ageng Pamanahan.
Akhirnya Arya Panangsang dapat
ditumbangkan dan sebagai hadiahnya Ki Ageng Panjawi mendapatkan hadiah tanah
pati, dan Ki Ageng Pamanahan mendapat tanah mataram.
b. Konflik di Kerajaan Demak
Awal dari konflik yang terjadi di
Demak berawal saat Sultan kedua Sabrang Lor (Pati Yunus) tidak memiliki putra.
Sehingga ketika ia meninggal terjadi pertentangan dalam keluarga tentang siapa
yang berhak naik tahktha. Berawal dari sinilah konflik di mulai.
Pangeran Sekar yang seharusnya lebih
berhak menduduki jabatan karna lebih tua setelah meninggalnya pangeran Sabrang
Lor. Namun putra ke tiga ini dipandang kurang cakap atau kurang memenuhi
syarat, sehingga Pangeran Trengganalah yang di angkat sebagai Sultan
berikutnya. Pangeran Trenggana dipandang lebih cakap dalam menjalankan
pemerintahan.[6]
Sunan Kudus tidak puas dengan
keputusan ini. baginya Pangeran Sekar sudah dizalimi. Menurutnya memang
pangeran Sekarlah yang seharusnya menjadi Sultan pengganti Sabrang Lor.
Atas putusan yang dianggap tidak
menguntungkannya maka pangeran Sekar (dalam beberapa referensi juga disebut
pangeran Kikin) telah menyiapkan taktik untuk menempatkan anaknya sebagai
pengganti Sultan Trenggana nantinya. Anak Pangeran Sekar atau Pangeran Kikin
bernama Arya Panangsang.
Arya Panangsang berguru kepada Sunan
Kudus dan menjadi Murid kesayangannya. Arya Panangsang menjadi orang yang sakti
luar biasa. Pangeran Sekar bangga kepadanya, dia tinggal tunggu waktu untuk
menjadikan anaknya sebagai pengganti Sultan berikutnya.
Sultan Trenggana yang telah mencium
gelagat buruk ini, menyiapkan strategi untuk mempertahankan kekuasaan dengan
Sunan Prawata sebagai penggantinya. Maka keduanya melakukan langkah-langkah
antisipasi untuk menangkal kemungkinan-kemungkinan buruk yang mungkin terjadi,
yaitu naiknya arya panangsang sebagai Sultan.
Langkah awal yang dilakukan oleh
Sunan Prawata adalah menyingkirkan musuhnya ini, maka persaudaraanpun punah
oleh ambisi kekuasaan. Dengan dalih mengamankan Negara dan supaya umat tidak
kacau maka pangeran Sekar dibunuh oleh Ki Surayata atas perintah Pangeran
Prawata. Dia dibunuh di tepi Sungai setelah Sholat Jum’at.
Pembunuhan ini adalah awal dari
pembunuhan yang beruntut pada peristiwa bunuh membunuh. Sepeninggal Sultan
Trenggana, Raden Mukmin naik taktha namun keahliannya dalam berpolitik kurang
mahir. Raden Mukmin lebih memilih hidup sebagai ulama ketimbang sebagai raja.
Melalui tangan Raden Mukmin, pusat pemerintahan kota Bintoro dipindahkan ke
bukit Prawata (desa Prawoto, Sukolilo, Pati), Jawa Tengah. Sejak itu, Raden
Mukmin dikenal dengan sebutan Sunan Prawoto.
Menurut catatan Manuel Pintu dari
Portugis, Sunan Prawoto pernah berencana meng-Islamkan seluruh Jawa dan ingin
berkuasa seperti Sultan Turki. Selain itu, Sunan Prawoto berniat menutup jalur
beras ke Malaka dan menaklukkan Makasar. Namun berkat bujukan Pinto, rencana
Sunan Prawoto itu berhasil digagalkan.
Manuel Pinto berusaha supaya raja
membuang pikiran tersebut karena khawatir kalau-kalau ekspedisi tentara Jawa
akan merugikan Pastor Vicente Viegas yang pada waktu itu juga sedang berusaha
memperkenalkan Agama Kristen di Sulawesi Selatan. Dari berita-berita Manuel
Pinto, dapat ditarik kesimpulan bahwa Raja Jawa itu mengetahui sedikit mengenai
perkembangan politik di Eropa. Pada tahun 1547 Sultan Sulaiman I telah
mengkonsolidasikan penduduknya di daerah-daerah Hungaria dengan mengadakan
perjanjian dengan Kaisar Karel V. Ia seorang pahlawan agama Islam.[7]
Memang cita-cita Sunan Prawoto tidak
pernah terlaksana. Sunan Prawoto lebih banyak menghabiskan waktu sebagai ahli
agama ketimbang mempertahankan kekuasaannya. Hingga satu persatu daerah
bawahannya, seperti : Banten, cirebon, Surabaya, dan Gresik berkembang bebas
tanpa sepengendali pemerintahan Demak.
Menjelang akhir pemerintahannya,
Sunan Prawoto dalam kelengahan. Arya Panangsang (berstatus sebagai Bupati Jipang)
yang merupakan pesaing lama mulai berulah. Berkat perintah Sunan Kudus, Arya
Panangsang berhasrat membunuh Sunan Prawoto melalui tangan Rangkud.[8]
Suatu malam, Rangkud menyusup ke
ruang peraduan Sunan Prawoto. Menikamkan pedang ke dada Sunan Prawoto hingga
tembus ke tubuh Istrinya. Melihat Istrinya tewas bersimbah darah, Sunan Prawoto
Geram, lalu melemparkan keris bethok ke dada Rangkud hingga tewas, seketika
Sunan Prawoto juga Tewas. Sultan Prawoto meninggalkan seorang anak, ia adalah
Arya Panggiri yang kemudian diasuh oleh bibinya, yaitu Ratu Kalinyamat setelah
Dewasa Arya Panggiri menjadi menantu Hadiwijaya dan diberi kekuasaan wilayah
Demak.
Nyi Kalinyamat akhirnya menahan
dendam kepada Arya panangsang, untuk itu Nyi Kalinyamat meminta bantuan Jaka Tingkir
atau Hadiwijaya sebagai iparnya untuk membalaskan dendamnya. Demi membalaskan
kematian saudaranya Sunan Prawoto dan Suaminya yang ikut terbunuh juga oleh
Arya Panangsang untuk melenyapkan pesaing menjadi Sultan Demak.
Akhirnya dengan Persekutuan antara
Joko Tingkir, Ki Ageng Pamanahan, Raden Sutawijaya (Putra Ki Ageng Pamanahan)
dan Ki Panjawi, maka Arya Panangsang Dikalahkan. Jaka Tingkirlah kemudian
sebagai penerus Demak yang kemudian memindahkan kekuasaanya ke Pajang.[9]
Konflik yang terjadi di Demak
ternyata juga melibatkan wali Jawa, Sunan Kudus berpihak kepada Arya Panangsang
sedangkan Sunan Kalijaga berada pada pihak Jaka Tingkir atau Hadiwijaya.[10]
Sultan Handiwijaya sangat
menghormati orang-orang yang telah berjasa. Terutama kepada orang-orang yang
dahulu membantu pertempuran melawan Arya Penangsang. Kyai Ageng Pemanahan
mendapatkan tanah Mataram dan Kyai Panjawi diberi tanah di Pati. Keduanya
diangkat menjadibupati di daerah-daerah tersebut.Sutawijaya, putra Kyai Ageng
Pemanahan diangkat menjadi putra angkat karena jasanya dalam menaklukan Arya
Penangsang. Ia pandai dalam bidang keprajuritan. Setelah Kyai Ageng Pemanahan
wafat pada tahun 1575, Sutawijaya diangkat menjadi penggatinya.
Pada tahun 1582 Sultan Hadiwijaya
wafat. Putranya yang bernama Pangeran Benawa diangkat menjadi penggantinya.
Timbul pemberontakan yang dilakukan oleh Arya Panggiri, putra Sunan Prawoto, ia
merasa mempunyai hak atasa tahta Pajang. Pemberontakan itu dapat digagalkan
oleh Pangeran Benawan dengan bantuan Sutawijaya.Pengeran Benawan menyadari
bahwa dirinya lemah, tidak mamapu mengendalikan pemerintahan, apalagi
menghadapi musuh-musuh dan bupati-bupati yang ingin melepaskan diri dari
kekuasaan Pajang kepada saudara angkatnya, Sutawijaya pada tahun 1586. Pada
waktu itu Sutawijaya telah menjabat bupati Mataram, sehingga pusat kerajaan
Pajang dipindahkan ke Mataram.
c. Faktor-Faktor Penyebab Keruntuhan Kerajaan Demak
Suatu Kesultanan meskipun telah
besar, namun tetap saja memiliki beberapa kekurangan yang berakibat pada keruntuhan
suatu dinasti. Ini adalah beberapa kelemahan Demak yang akhirnya dapat
membubarkan Kerajaan Islam pertama dan telah hampir menguasai seluruh wilayah
Jawa. Menurut Slamet Muljana kelemahan-kelemahan tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Kurang pandai menarik simpati rakyat
Para Sultan Demak tidaklah pandai
menarik simpati rakyatnya. Raden Patah, sejak awal berdirinya kerajaan terlalu
mengandalkan kekuatan orangorang Tionghoa Islam atau yang bukan Islam yang
tinggal menetap di beberapa Pelabuhan untuk perdagangan. Raden Patah
bercita-cita membangun Negara Maritim, maka perhatiannya dicurahkan untuk
pembuatan pelabuhan dan kapal-kapal demi suatu armada yang tangguh.
b. Fokus terhadap Negara Maritim
Demak berfokus kepada perang dengan
portugis yang datang ke Indonesia untuk mencari rempah. Demi monopoli dagang,
maka Demak berperang dengan Portugis memperebutkan pelabuhan-pelabuhan penting
jalur perdagangan. Tetapi sayangnya pelabuhan Malaka terlebih dahulu dikuasai
oleh Portugis dan Demak tidak mampu menyerang pertahanan benteng Portugis yang
telah dibangun di Malaka. Maka waktunya hanya dipakai untuk menghadang kekuatan
Portugis, Negara Maritim dan monopoli rempah, sehingga tidak memiliki waktu
untuk memikirkan dan mengambil hati rakyatnya.
c. Terlalu mengandalkan Bangsa Tionghoa
Raden Patah atau Jin Bun adalah
keturunan Brawijaya V penguasa terakhir Majapahit dari Ibu yang berdarah China.
Maka mungkin Jin Bun merasa sebangsa dengan China, itulah sebabnya Jin Bun
dalam Sikapnya lebih berpihak kepada Rakyat Tionghoa yang tinggal di
pelabuhan-pelabuhan. Akan tetapi kekuatan orang China sangatlah sedikit
seandainya jika dibandingkan dengan Rakyat lokal (Jawa). Demikianlah yang
membuat kekuatan Demak tidak cukup memiliki power, hal ini dapat merugikan
kekuatan Demak sendiri.[11]
Akibat kelalaian Jin Bun Merangkul
Rakyat pedalaman, Demak akhirnya kehilangan simpati rakyat. Tenaga rakyat tidak
mampu lagi didaya gunakan untuk kepentingan kemenangan Kerajaan.
d. Perbedaan Madzhab Bangsawan dan Rakyat
Perbedaan mewarnai pula dalam
masalah pelik di Demak. Sultan Demak dan para pengikutnya menganut Madzhab
Hanafi, seperti yang diajarkan oleh Sunan Ngampel Alias Bong Swi Hoo.[12] Namun
sebagian besar rakyat bekas kerajaan Majapahit masih tetap memeluk Hindu.
Daerah pasuruan dan Panarukan tetap merupakan daerah agama Hindu, tidak tunduk kepada
Demak.
Beberapa Pembesar yang masuk Islam,
seperti Ki Ageng Pengging, Ki Ageng Tingkir, Ki Ageng Butun, dan Ki Ageng Siti
Ngerang memeluk agama Islam yang diajarkan oleh Syeikh Siti Jenar.
e. Sengketa Keluarga
Yang paling melemahkan adalah
sengketa keluarga yang terjadi diantara keturunan Raden Patah. Raden Patah yang
memiliki beberapa anak laki-laki dari ibu yang berbeda-beda yang membuat
perebutan semakin sengit.
Penobatan Adipati Yunus alias Yat
Sun tidak mengalami kesulitan, Karena Yat Sun adalah putra mahkota sulung.
Tetapi, stelah Yat Sun mangkat tanpa meninggalkan putra, timbul berbagai
masalah. Para putranya mulai berebut kekuasaan, Raden Kikin atau Raden Sekar
atau Pangeran Seda Lepen lebih tua daripada Sultan Trenggana akan tetapi Sultan
Trenggana lahir dari Istri Pertama, sedangkan Pangeran Seda Lepen lahir dari
Istri ke tiga. Hal inilah yang menimbulkan keruwetan dan pembunuhan
berkepanjangan demi memiliki Takhtha kerajaan.
Itulah beberapa sebab yang membuat
keadaan Demak terpuruk, maka dinasti Jin Bun berakhir tahun 1546M. Jika
dihitung maka masa kejayaannya hanyalah 71 tahun sejak awal pembangunannya.
Pada tahun itu juga, berdirilah kesultanan baru di Pajang, di sebelah barat
kota Surakarta Sekarang. Kesultanan Demak diruntuhkan oleh keturunan Majapahit
pula, karena Sultan Hadiwijaya adalah anak dari Ki Ageng Pengging dan sebagai
Cucu dari Bupati Dayaningrat yang merupakan menantu dari Prabu Brawijaya V
(Wikramawardhana). Dengan berakhirnya kekuasan Demak, maka pemerintahan
dipindah ke Pajang di daerah pedalaman dengan tidak membangun Armada baru lagi
bahkan tidak menguasai pelabuhan- pelabuhan.[13]
2.9 Demak dibawah
Kekuasaan Raja – Raja Mataram
Setelah sekitar 1588 Panembahan
Senapati berkuasa di Jawa Tengah sebelah selatan, raja-raja Pati, Demak, dan
Grobongan dianggapnya sebagai sampun kareh (sudah dikuasai). Sekitar 1589
mereka diperintah ikut dia bersama prajurit Mataram ke Jawa Timur, manaklukan
raja-raja Jawa Timur. Maksud raja Mataram ini gagal, tampaknya terutama karena
campur tangan Sunan Giri. Panembahan Senapati terpaksa kembali ke Mataram
dengan tangan hampa.
Mungkin sekali penguasa Demak, Pati
dan Grobongan yang pada 1589 telah bersikap sebagai taklukan yang patuh itu,
sama dengan mereka yang telah mengakui Sultan Pajang, yang sudah tua dan
meninggal pada 1587, sebagai penguasa tertinggi. Jadi, agaknya Pangeran Kediri
di Demak, setelah mengalami penghinaan di Pajang sebelumnya ternyata masih
berhasil memerintah tanah asalnya beberapa waktu.
Pada 1595 orang Demak memihak
raja-raja Jawa Timur, yang mulai melancarkan serangan terhadap kerajaan Mataram
yang belum sempat berkonsolidasi. Serangan tersebut dapat dipatahkan, tetapi
panglima perang Mataram, Senapati Kediri yang sudah membelot ke Mataram gugur
dalam pertempuran dekat Uter. Sehabis perang, Panembahan mengangkat Ki Mas Sari
sebagai adipati di Demak. Rupanya karena pemimpin pemerintahan yang sebelumnya
tidak memuaskan atau ternyata tidak dapat dipercaya.Tumenggung Endranata I di
Demak ini pada tahun-tahun kemudian agaknya juga tidak bebas dari pengaruh
plitik pesisir yang berlawanan dengan kepantingan Mataram di Pedalaman. Pada
tahun 1627 ia terlibat dalam pertempuran antara penguasa di Pati, Pragola II
dan Sultan Agung. Ia di bunuh dengan keris sebagai pengkhianat atas perintah
Sultan Agung.
Sesudah dia masih ada lagi seorang
tumenggung Endranata II yang menjadi bupati di Demak. Tumenggung ini seorang
pengikut setia Susuhunan Mangkurat II di Kartasura yang memerintah Jawa Tengah
pada perempat terakhir abad XVII. Pada tahun 1678 disebutkan adanya Tumenggung
Suranata di Demak.
Sebagai pelabuhan laut agaknya kota
Demak sudah tidak berarti pada akhir abad XVI. Sebagai produsen beras dan hasil
pertanian lain, daerah Demak masih lama mempunyai kedudukan penting dalam
ekonomi kerajaan raja-raja Mataram. Sampai abad XIX di banyak daerah tanah Jawa
rasa hormat pada masjid Demak dan
makam-makam Kadilangu masih bertahan di antara kaum beriman, kota Demak
dipandang sebagai tanah suci. Hal itulah yang terutama menyebabkan nama Demak
dalam sejarah Jawa tetap tidak terlupakan di samping nama Majapahit.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kerajaan ini hanya berumur pendek.
Namun, para rajanya merupakan pahlawan-pahlawan mujahid terbaik. Raja pertama
mereka adalah Raden Fatah, yang berhasil menjadikan negerinya sebagai sebuah
negara independen pada masanya. Setelah itu anaknya, Patih Yunus (Adipati Unus)
berkuasa. Dia berhasil mengadakan perluasan wilayah kerajaan. Dia menghilangkan
kerajaan Majapahit yang beragama Hindhu, yang pada saat itu sebagian wilayahnya
menjalin kerja sama dengan orang-orang Portugis.
Setelah wafatnya Patih Yunus pada
tahun 938 H/1531 M, memerintahlah raja paling terkenal dari kerajaan ini yaitu
Raden Trenggono (Sultan Trenggana). Dia adalah seorang mujahid besar yang di
antara hasil usahanya yang terkenal adalah masuknya Islam ke daerah Jawa Barat.
Dia wafat pada tahun 953 H/1546 M.
Kebudayaan yang berkembang di
kerajaan Demak bercorak Islam. Hal tersebut tampak dari peninggalan-peninggalan
sejarahnya berupa masjid, makam, batu nisan, kitab suci Al-Quran, kaligrafi dan
karya sastra. Sampai sekarang pun Demak di kenal sebagai pusat pendidikan agama
Islam.
3.2 Saran
Keterbatasan informasi dan ketelitian
penulis dalam menyusun makalah ini, menjadi sebab adanya keurangan-kekurangan
yang tidak dapat kami hindari. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran demi penambahan wawasan bagi para penulis khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
al-Usairy, Ahmad, 2003. Sejarah
Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana.
H.J. De Graaf dan TH. Pigeaud, 2003.
Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti.
Muljana, Slamet, 2005. Runtuhnya
Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara (terbitan
ulang 1968). Yogyakarta: LKIS.
Poesponegoro, Marwati Djoened dan
Nugroho Notosusanto, 1993. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Edisi ke-4.
Jakarta: Balai Pustaka.
Muljana, Slamet, 2009. Runtuhnya
Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara. Jogjakarta
: LKis.
Pigeaud, De Graaf, 1985.
Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa: kajian Sejarah Politik Abad ke-15 dan
ke-16. seri terjemahan. Jakarta : Grafiti pers.
Purwadi, 2010. The History of
Javanese Kings-Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogjakarta : Ragam Media.
Adji, Krisna Bayu, 2011. Ensiklopedia
Raja-Raja Jawa Dari Kalingga Hingga Kasultanan Yogyakarta: Mendedah Kisah dan
Biografi Para Raja Berdasar Fakta Sejarah. Yogjakarta : Araska.
Mukarrom, Ahwan, 2010.
Kerajaan-Kerajaan Islam Indonesia. Surabaya : Jauhar.
[1] Slamet Muljana. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya
Negara-Negara Islam di Nusantara. (Jogjakarta : LKis, 2009), hal. 261.
[2] De Graaf, Pigeaud. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa: kajian
Sejarah Politik Abad ke-15 dan ke-16. seri terjemahan. (Jakarta : Grafiti pers,
1985), hal. 85.
[3] Purwadi. The History of Javanese Kings-Sejarah Raja-Raja Jawa.
(Yogjakarta : Ragam Media, 2010), hal 275.
[4] H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. Kerajaan Islam Pertama di Jawa.
Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2001.
[6] Agus Wahyudi. Joko Tingkir : Berjuang Demi Taktha Pajang.(
Yogjakarta : Penerbit Narasi, 2009), hal.84.
[7] H.J.De Graaf dan T.H. Pigeaud. Kerajaan Islam Pertama di Jawa.
Terj. (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2001), hal. 89.
[8] Krisna Bayu Adji. Ensiklopodi Raja-Raja Jawa Dari Klingga Hingga
Kasultanan Yogyakarta: Mendedah Kisah dan Biografi Para Raja Berdasar Fakta
Sejarah. (Yogjakarta : Araska, 2011), hal. 156.
[10]
Ibid, hal. 34
[11] Slamet Muljana. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya
Negara-Negara Islam di Nusantara. (Jogjakarta : LKis, 2009), hal 239.
[13] Slamet Muljana. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya
Negara-Negara Islam di Nusantara. (Jogjakarta : LKis, 2009), hal 247.