Kamis, 30 Maret 2017

makalah pengertian implementasi kurikulum

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
pemerintah saat ini berusaha meningkatkan kualitas pendidikan di indonesia. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan adanya perubahan kurikulum. Kurikulum yang dibuat pemerintah bertujuan untuk menciptakan generasi yang lebih unggul dan berkualitas. Kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus merupakan pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran pada semua jenis dan jenjang pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan, dengan kata lain sebagai instrumental input untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Tidak hanya sebagai mata pelajaran yang harus dibelajarkan kepada peserta didik. Melainkan sebagai aktivitas pendidikan yang direncanakan untuk didalami dan diwujudkan dalam prilaku peserta didik. Oleh karna itu, perubahan dan pembeharuan kurikulum harus menyesuaikan kebutuhan dan perkembangan masyarakat serta perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kurikulum 2013 merupakan solusi yang ditawarkan sebagai salah satu cara untuk mengantisipasi permasalahan sistem pendidikan nasional di indonesia. Dalam permendikbud No. 69 tahun 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan masyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang pada dasarnya adalah perubahan  pola pikir dan budaya mengajar dari kemampuan mengajar tenaga pendidik dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Dalam pelaksanaan kurikulum 2013 ini diperlukan pemahaman yang mendalam dari para pelaksana dan pemahaman tersebut akan menjadi bekal pelaksana dalam mennyukseskan implementasi kurikulum 2013 dilapangan.     




B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan Implementasi Kurikulum ?
2.      Apa saja model Implementasi Kurikulum?
3.      Bagaimana konsep Implementasi Kurikulum?
4.      Apa saja kemampuan guru yang harus dimiliki dalam Implementasi Kurikulum?

C.    Tujuan

1.      Mengetahui pengertian Implementasi Kurikulum
2.      Mengetahui model Implementasi Kurikulum
3.      Mengetahui konsep Implementasi Kurikulum

4.      Mengetahui kemampuan yang dimiliki guru dalam Implementasi Kurikulum


BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Implementasi Kurikulum
Kurikulum di desain untuk menghasilkan perubahan kualitas pembelajaran siswa agar sesuai tujuan pendidikan. Berarti implementasi kurikulum adalah proses perubahan untuk memperoleh hasil yang mendekati pencapaian tujuan pendidikan ideal. Berdasarkan hal tersebut, semua kerja kurikulum, sejak dari rancangan, implementasi dan evaluasi, merupakan perubahan siklus (Smith & Lovath, 1995: 202). Artinya, implementasi kurikulum, baik yang lama apalagi yang baru, adalah perubahan, bukan hanya perubahan konten kurikulum atau proses pembelajaran saja, tetapi juga perubahan personal, sosial dan proffesional, karena implementasi kurikulum mengubah persepsi, filosofi, sikap, nilai dan praktik pendidikan guru dalam kelas.
Leithwood (1982) memaknai Implementasi sebagai proses perubahan untuk mengurangi kesenjangan antara praktik pendidikan menurut kurikulum sekarang dan praktik pendidikan seperti diharuskan kurikulum versi perubahan ( Miller & Seller, 1985: 246). Saylor & Alexander (1974: 245) mengartikn implementasi sebagai suatu proses aktualisasi kurikulum dalam proses pembelajaran. Oleh karenanya benar apa yang dikemukakan oleh Ornstein dan Hunkins (2013: 221), bahwa Implementasi merupakan bagian penting dari penegmbangan kurikulum, yaitu sebagai proses untuk merealisasi perubahan yang diinginkan.
Terkait perubahan sebagai penggerak, ada dua pemahaman penting tentang implementasi kurikulum.
1.      Pemahaman tentang perubahan yang akan dilakukan secara personal dan kelompok (organisasi), serta bagaimana informasi dan ide baru bisa diterima dan diimplementasikan sekolah.
2.      Pemahaman tentang kaitan antara perubahan kurikulum dan perubahan konteks sosial-institusional atau kultur sekolah yang baru (Ornstern & Hunkins, 2013: 217-18)
Impelementasi cenderung berhasil apabila motivator bisa meyakinkan pimpinan dan staf sekolah bahwa perubahan sesuai, atau tidak jauh berbeda, dengan pola fikir dan tata kerja sistem budaya sekolah, apalagi perubahan tersebut bermanfaat bagi peningkatan prestasi siswa.
Menurut Levine (1985) , penelitian mengungkap bahwa agar implementasi kurikulum terlaksana dengan baik. Ada lima pedoman pokok:
1.      Perubahan untuk meningkatkan pembelajaran siswa harus benar secara teknis dan ilmiah, misalnya, perubahan itu berdasarkan hasil riset tentang perubahan: apa yang akan berhasil dan apa pula yang tidak berhasil.
2.      Inovasi kurikulum yang sukses mengharuskan perubahan struktur sekolah tradisional.
3.      Perubahan harus bisa dikelola dan dilaksanakan sebagian besar guru.
4.      Implementasi perubahan yang sukses harus bersifat organik daripada birokratik: melalui pendekatan adaptif dengan mempertimbangkan masalah besar yang dihadapi sekolah dan kondisi sekolah
5.      Kurikulum perlu fokus pada upaya, waktu dan dana yang memadai dengan kegiatan yang jelas, konten yang rasional dan pelaksanaan yang tepat sasaran (Ornstein & Hunkins, 2013: 221).[1]

2.      Model Implementasi Kurikulum
Berkenaan dengan model-model implementasi kurikulum, Miller dan Seller (1985: 249-250) menggolongkan model dalam implementasi menjadi tiga, yaitu The concerns-based adaption model, model Leithwood, dan model TORI.

a.    The Concerns-Based Adaption  Model (CBAM)
            Model CBAM ini adalah sebuah model deskriptif yang dikembangkan melalui pengidentifikasian tingkat kepedulian guru terhadap sebuah inovasi. Perubahan dalam inovasi ini ada dua dimensi, yakni tingkatan-tingkatan kepedulian terhadap inovasi serta tingkatan-tingkatan penggunaan inovasi. Perubahan yang terjadi merupakan suatu proses bukan peristiwa yang sering terjadi ketika program baru diberikan kepada guru, merupakan pengalaman pribadi, dan individu yang melakukan perubahan.
b.    Model Leithwood
            Model ini memfokuskan pada guru. Asumsi yang mendasari model ini adalah 1) setiap guru mempunyai kesiapan yang berbeda; 2) implementasi merupakan proses timbal balik; serta 3) pertumbuhan dan perkembangan memungkinkan adanya tahap-tahap individu untuk identifikasi. Intinya membolehkan para guru dan pengembang kurikulum mengembangkan profil yang merupakan hambatan untuk perubahan dan bagaimana para guru dapat mengatasi hambatan tersebut. Model ini tidak hanya menggamnbarkan hambatan dalam implementasi, tetapi juga menawarkan cara dan strategi para guru dalam mengatasi hambatan yang dihadapinya tersebut.
c.    Model TORI
     Model ini dimaksudkan untuk menggugah masyarakat dalam mengadakan perubahan. Dengan model ini diharapkan adanya minat (interest) dalam diri guru untuk memanfaatkan perubahan. Esensi dari model TORI adalah: 1) Trusting: menumbuhkan kepercayaan diri; 2) Opening: menumbuhkan dan membuka keinginan; 3) Realizing: mewujudkan, dalam arti setiap orang bebas berbuat dan mewujudkan keinginannya untuk perbaikan; 4) Interdepending: saling ketergantungan dengan lingkungan. Inti dari model ini memfokuskan pada perubahan personal dan perubahan sosial. Model ini menyediakan suatu skala yang membantu guru mengidentifikasi, bagaimana lingkungan akan menerima ide-ide baru sebagai harapan untuk mengimplementasikan inovasi dalam praktik serta menyediakan beberapa petunjuk untuk menyediakan perubahan. [2]

Sementara itu model implementasi kurikulum lain yang dapat mengaukan berbagai cara mengidentifikasi masalah yang berpotensi menghambat perubahan kurikulum dan mengajukan strategi pananggulangan masalah tersebut sehingga dapat diajukan cara tepat antara lain, sebagai berikut.
·         The Adoption Model (R&D Model)
Model ini termasuk model yang popular di Amerika serikat, model tentang perkembangan dan difusi (penyebaran) implementasi (McNeil, 1977:121). Model ini disusun berdasarkan program riset dan proyek pengembangan perguruaan tinggi, laboraturium regional, dan institusi pengembangan. Tujuannya ialah agar consumer model mengetahui kegunaan dan manfaat model itu untuk membantu peningkatan pembelajaran. Model ini disebar luaskan kepada implementor kurikulum dan pada orang yang berpengaruh disekolah. Kalau sasaran ini tercapai, menurut Ronald Hull (1974), personel yang berpemngaruh itu diharapkan meneruskannya kepada sekolah dan pendidik lain sehingga membuahkan hasil yang berlipat ganda (Mcneil, 1977:121).
·          Overcoming, Resistance-to-Change Model (ORC)
Model ORC, menurut Neal Gross (1979), disusun berdarkan asumsi bahwa keberhasilan atau kegagalan perubahan organisasi terletak pada kemampuan mengatasi penolakan staf terhadap perubahan yang direncanakan. Dengan model ini, pimpinan mengidentifikasi masalah yang akan dihadapi guru dalam implementasi dan penentuan penanggulang  annya. Hal ini penting, karena sebelum perubahan dilaksanakan, guru sebagai implementor kurikulum, harus berubah terlebih dahulu sebelum dia melakukan perubahan kurikulum di kelas masing-masing (Ornstein& Hunkis, 2013:228).[3]

3.      Konsep Implementasi Kurikulum
Pembelajaran di dalam kelas merupakan tempat untuk melaksanakan dan menguji kurikulum. Dalam kegiatan pembelajaran semua konsep, prinsip, nilai, pengetahuan, metode, alat dan kemampuan guru diuji dalam bentuk perubuatan, yang akan mewujudkan bentuk kurikulum yang nyata (actual curriculum-curriculum in action). Perwujudan konsep, prinsip, dan aspek-aspek kurikulum tersebut seluruhnya terletak pada kemampuan guru sebagai implementator kurikulum. Oleh karena itu, gurulah kunci pemegang pelaksanaan dan keberhasilan kurikulum. Gurulah yang bertindak sebagai perencana, pelaksana, penilai, dan pengembangan kurikulum yang sebenarnya. Suatu kurikulum diharapkan memberi landasan, isi, dan menjadi pedoman bagi pengembangan kemampuan siswa secara optimal sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan siswa, orangtua, dan masyarakat.
Menurut Hasan (1984:12) ada beberapa faktor yang memengaruhi implementasi kurikulum, yaitu “ Karakteristik kurikulum, strategi impelmentasi, karakteristik penilaian, pengetahuan guru tentang kurikulum, sikap terhadap kurikulum, dan keterampilan mengarahkan.”
Sementara itu, menurut Mars (Rusman, 2002:22) “Terdapat lima elemen yang memengaruhi implementasi kurikulum sebagai berikut : dukungan dari kepala sekolah, dukungan dari teman sejawat guru, dukungan dari siswa, dukungan dari orangtua, dan dukungan dari dalam diri guru unsur yang utama.”
Berkaitan dengan implementasi kurikulum yang berbasis pada kompetensi ( KBK dan KTSP) dikembangkan dengan berorientasi kepada pengembangan kepribadian (kurikulum humanistik), menuju kepada kurikulum yang berorientasi pada kehidupan dan alam pekerjaan (rekonstruksi sosial dan teknologi). Kurikulum humanistik dapat diberlakukan pada awal pendidikan dasar, dimana sejumlah kemampuan dasar untuk keperluan pengembangan pribadi seperti kemampuan membaca, menulis, dan berpikir kritis, serta keberanian mengeluarkan ide atau gagasan, dan bekerja sama perlu ditonjolkan. Selanjutnya, kurikulum rekonstruksi sosial dan teknologi dipadukan dengan kurikulum subjek akademik dapat digunakan pada pertengahan dan akhir pendidikan dasar. Pada jenjang menengah, barulah mereka belajar berdasarkan disiplin ilmu (subjek akademik) dengan tetap bersandar  pada kehidupan dan lingkungan masyarakat sebagai sumber kurikulum.
 Implementasi kurikulum seharusnya menempatkan pengembangan kreativitas siswa lebih dari penguasaan materi. Dalam kaitan ini, siswa ditempatkan sebagai subjek dalam proses pembelajaran. Komunikasi dalam pembelajaran yang multi-arah dikembangkan sehingga pembelajaran kognitif dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa tidak hanya penguasaan materi. Selain itu, pembelajaran sebaiknya dikembangkan dengan menekankan pada aktivitas siswa untuk mencari pemahaman akan objek, menganalisis dan merekonstruksi sehingga terbentuk pengetahuan baru dalam diri siswa. Oleh sebab itu, pembelajaran bukan hanya mentransfer  atau memberikan informasi, namun lebih bersifat menciptakan lingkungan yang memungkinkan siswa dapat berpikir kritis dan membentuk pengetahuan.
Menurut Nana Syaodih S (2001), untuk mengimplementasikan kurikulum sesuai dengan rancangan dibutuhkan beberapa kesiapan, terutama kesiapan pelaksana. Sebagus apapun desain atau rancangan kurikulum yang dimiliki, tetapi keberhasilannya sangat tergantung pada guru. Kurikulum yang sederhana pun apabila gurunya memiliki kemampuan, semangat, dan dedikasi yang tinggi, hasilnya akan lebih baik daripada desain kurikulum yang hebat tetapi kemampuan, semangat dan dedikasi gurunya rendah.

4.      Kemampuan Guru dalam Implementasi Kurikulum
Kemampuan-kemampuan yang harus dikuasai guru dalam mengimplementasikan kurikulum adalah sebagai berikut :
1.      Pemahaman esensi dari tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam kurikulum.
2.      Kemampuan untuk menjabarkan tujuan-tujuan kurikulum tersebut menjadi tujuan yang lebih spesifik.
3.      Kemampuan untuk menerjemahkan tujuan khusus kepada kegiatan pembelajaran.
Kemampuan-kemampuan tersebut mungkin sudah dikuasai oleh guru-guru dan para dosen, tetapi mungkin juga baru sebagian atau baru sebagian guru yang menguasainya. Untuk meningkatkan kemampuan guru atau dosen dalam penguasaan kemampuan-kemampuan tersebut , perlu ada kegiatan yang bersifat peningkatan atau penyegaran. Kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui diskusi-diskusi, simulasi dalam peer group, atau MGMP/KKG selain dilakukan melaui lokakarya, pelatihan, penataran, intern dengan mendatangkan narasumber.
Kendala yang dihadapi dalam implementasi kurikulum ini adalah terutama berkenaan dengan : (1) masih lemahnya diagnosis kebutuhan baik pada skala makro maupun mikro sehingga implementasi kurikulum sering tidak sesuai dengan yang diharapkan; (2) perumusan kompetensi pada tahapan mikro sering dikacaukan dengan tujuan instruksional yang dikembangkan; (3) pemilihan pengalaman belajar yang dikembangkan; (4) evaluasi masih sering tidak sesuai dengan tujuan instruksional yang dikembangkan.
Untuk mengantipasi kendala yang dihadapi, maka perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut. Pertama, dalam mendiagnosis kebutuhan seyogianya masyarakat. Kedua,  dalam implementasi kurikulum guru mempunyai kewenangan penuh dalam menerapkan strategi pembelajaran dan materi/bahan pelajaran. Ketiga, struktur materi diorganisasikan mulai dari perencanaan pengajaran dalam bentuk jam pelajaran, sampai evaluasi menjadi satu kesatuan yang berkaitan. [4]




[1] Mohamad Ansyar, KURIKULUM Hakikat, Fondasi, Desain dan Pengembangan, (Jakarta : Kencana, 2009) hal. 448- 451
[2] Rusman, Manajemen Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hal 77-78
[3] Mohamad Ansyar, KURIKULUM Hakikat, Fondasi, Desain dan Pengembangan, (Jakarta : Kencana, 2009) hal.83
[4] Rusman, Manajemen Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hal 74-77



















1 komentar:

makalah kerajaan Demak

BAB I PENDAHULUAN 1.1      Latar Belakang Penyebaran agama Islam di Indonesia dimulai dari para bangsa Arab, Cina, dan Persia yang ...