BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
pemerintah saat ini berusaha meningkatkan
kualitas pendidikan di indonesia. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas
pendidikan adalah dengan adanya perubahan kurikulum. Kurikulum yang dibuat
pemerintah bertujuan untuk menciptakan generasi yang lebih unggul dan
berkualitas. Kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan
pendidikan, sekaligus merupakan pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran pada
semua jenis dan jenjang pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk
aktivitas pendidikan, dengan kata lain sebagai instrumental input untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional. Tidak hanya sebagai mata pelajaran yang harus
dibelajarkan kepada peserta didik. Melainkan sebagai aktivitas pendidikan yang
direncanakan untuk didalami dan diwujudkan dalam prilaku peserta didik. Oleh
karna itu, perubahan dan pembeharuan kurikulum harus menyesuaikan kebutuhan dan
perkembangan masyarakat serta perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Kurikulum 2013 merupakan solusi yang
ditawarkan sebagai salah satu cara untuk mengantisipasi permasalahan sistem
pendidikan nasional di indonesia. Dalam permendikbud No. 69 tahun 2013
bertujuan untuk mempersiapkan manusia indonesia agar memiliki kemampuan hidup
sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif,
dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan masyarakat, berbangsa,
bernegara, dan peradaban dunia. Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang pada dasarnya adalah
perubahan pola pikir dan budaya mengajar
dari kemampuan mengajar tenaga pendidik dalam melaksanakan proses belajar
mengajar. Dalam pelaksanaan kurikulum 2013 ini diperlukan pemahaman yang
mendalam dari para pelaksana dan pemahaman tersebut akan menjadi bekal
pelaksana dalam mennyukseskan implementasi kurikulum 2013 dilapangan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan Implementasi Kurikulum ?
2.
Apa saja model Implementasi Kurikulum?
3.
Bagaimana konsep Implementasi Kurikulum?
4.
Apa saja kemampuan guru yang harus dimiliki dalam Implementasi
Kurikulum?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian Implementasi Kurikulum
2.
Mengetahui model Implementasi Kurikulum
3.
Mengetahui konsep Implementasi Kurikulum
4.
Mengetahui kemampuan yang dimiliki guru dalam Implementasi
Kurikulum
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Implementasi Kurikulum
Kurikulum di desain untuk menghasilkan
perubahan kualitas pembelajaran siswa agar sesuai tujuan pendidikan. Berarti
implementasi kurikulum adalah proses perubahan untuk memperoleh hasil yang
mendekati pencapaian tujuan pendidikan ideal. Berdasarkan hal tersebut, semua
kerja kurikulum, sejak dari rancangan, implementasi dan evaluasi, merupakan perubahan
siklus (Smith & Lovath, 1995: 202). Artinya, implementasi kurikulum, baik
yang lama apalagi yang baru, adalah perubahan, bukan hanya perubahan konten
kurikulum atau proses pembelajaran saja, tetapi juga perubahan personal, sosial
dan proffesional, karena implementasi kurikulum mengubah persepsi, filosofi,
sikap, nilai dan praktik pendidikan guru dalam kelas.
Leithwood (1982) memaknai Implementasi
sebagai proses perubahan untuk mengurangi kesenjangan antara
praktik pendidikan menurut kurikulum sekarang dan praktik pendidikan seperti
diharuskan kurikulum versi perubahan ( Miller & Seller, 1985: 246). Saylor
& Alexander (1974: 245) mengartikn implementasi sebagai suatu proses
aktualisasi kurikulum dalam proses pembelajaran. Oleh karenanya benar apa yang
dikemukakan oleh Ornstein dan Hunkins (2013: 221), bahwa Implementasi merupakan
bagian penting dari penegmbangan kurikulum, yaitu sebagai proses untuk
merealisasi perubahan yang diinginkan.
Terkait perubahan sebagai penggerak, ada
dua pemahaman penting tentang implementasi kurikulum.
1. Pemahaman
tentang perubahan yang akan dilakukan secara personal dan kelompok
(organisasi), serta bagaimana informasi dan ide baru bisa diterima dan
diimplementasikan sekolah.
2. Pemahaman
tentang kaitan antara perubahan kurikulum dan perubahan konteks sosial-institusional
atau kultur sekolah yang baru (Ornstern & Hunkins, 2013: 217-18)
Impelementasi cenderung berhasil apabila
motivator bisa meyakinkan pimpinan dan staf sekolah bahwa perubahan sesuai,
atau tidak jauh berbeda, dengan pola fikir dan tata kerja sistem budaya sekolah,
apalagi perubahan tersebut bermanfaat bagi peningkatan prestasi siswa.
Menurut Levine (1985) , penelitian
mengungkap bahwa agar implementasi kurikulum terlaksana dengan baik. Ada lima
pedoman pokok:
1. Perubahan
untuk meningkatkan pembelajaran siswa harus benar secara teknis dan ilmiah,
misalnya, perubahan itu berdasarkan hasil riset tentang perubahan: apa yang
akan berhasil dan apa pula yang tidak berhasil.
2.
Inovasi
kurikulum yang sukses mengharuskan perubahan struktur sekolah tradisional.
3.
Perubahan harus
bisa dikelola dan dilaksanakan sebagian besar guru.
4.
Implementasi
perubahan yang sukses harus bersifat organik daripada birokratik: melalui pendekatan adaptif dengan
mempertimbangkan masalah besar yang dihadapi sekolah dan kondisi sekolah
5. Kurikulum
perlu fokus pada upaya, waktu dan dana yang memadai dengan kegiatan yang jelas,
konten yang rasional dan pelaksanaan yang tepat sasaran (Ornstein &
Hunkins, 2013: 221).[1]
2. Model Implementasi Kurikulum
Berkenaan dengan model-model implementasi kurikulum, Miller dan
Seller (1985: 249-250) menggolongkan model dalam implementasi menjadi tiga,
yaitu The concerns-based adaption model, model Leithwood, dan model TORI.
a. The Concerns-Based Adaption Model
(CBAM)
Model CBAM ini adalah sebuah model deskriptif yang dikembangkan
melalui pengidentifikasian tingkat kepedulian guru terhadap sebuah inovasi.
Perubahan dalam inovasi ini ada dua dimensi, yakni tingkatan-tingkatan
kepedulian terhadap inovasi serta tingkatan-tingkatan penggunaan inovasi.
Perubahan yang terjadi merupakan suatu proses bukan peristiwa yang sering
terjadi ketika program baru diberikan kepada guru, merupakan pengalaman
pribadi, dan individu yang melakukan perubahan.
b. Model Leithwood
Model ini memfokuskan pada guru. Asumsi yang mendasari model ini adalah
1) setiap guru mempunyai kesiapan yang berbeda; 2) implementasi merupakan
proses timbal balik; serta 3) pertumbuhan dan perkembangan memungkinkan adanya
tahap-tahap individu untuk identifikasi. Intinya membolehkan para guru dan
pengembang kurikulum mengembangkan profil yang merupakan hambatan untuk
perubahan dan bagaimana para guru dapat mengatasi hambatan tersebut. Model ini
tidak hanya menggamnbarkan hambatan dalam implementasi, tetapi juga menawarkan
cara dan strategi para guru dalam mengatasi hambatan yang dihadapinya tersebut.
c. Model TORI
Model ini dimaksudkan
untuk menggugah masyarakat dalam mengadakan perubahan. Dengan model ini
diharapkan adanya minat (interest) dalam diri guru untuk memanfaatkan
perubahan. Esensi dari model TORI adalah: 1) Trusting: menumbuhkan
kepercayaan diri; 2) Opening: menumbuhkan dan membuka keinginan; 3)
Realizing: mewujudkan, dalam arti setiap orang bebas berbuat dan mewujudkan
keinginannya untuk perbaikan; 4) Interdepending: saling ketergantungan
dengan lingkungan. Inti dari model ini memfokuskan pada perubahan personal dan
perubahan sosial. Model ini menyediakan suatu skala yang membantu guru
mengidentifikasi, bagaimana lingkungan akan menerima ide-ide baru sebagai
harapan untuk mengimplementasikan inovasi dalam praktik serta menyediakan
beberapa petunjuk untuk menyediakan perubahan. [2]
Sementara itu model implementasi kurikulum
lain yang dapat mengaukan berbagai cara mengidentifikasi masalah yang
berpotensi menghambat perubahan kurikulum dan mengajukan strategi
pananggulangan masalah tersebut sehingga dapat diajukan cara tepat antara lain,
sebagai berikut.
·
The Adoption Model (R&D Model)
Model ini termasuk model yang popular di
Amerika serikat, model tentang perkembangan dan difusi (penyebaran)
implementasi (McNeil, 1977:121). Model ini disusun berdasarkan program riset
dan proyek pengembangan perguruaan tinggi, laboraturium regional, dan institusi
pengembangan. Tujuannya ialah agar consumer model mengetahui kegunaan dan
manfaat model itu untuk membantu peningkatan pembelajaran. Model ini disebar
luaskan kepada implementor kurikulum dan pada orang yang berpengaruh disekolah.
Kalau sasaran ini tercapai, menurut Ronald Hull (1974), personel yang
berpemngaruh itu diharapkan meneruskannya kepada sekolah dan pendidik lain
sehingga membuahkan hasil yang berlipat ganda (Mcneil, 1977:121).
·
Overcoming,
Resistance-to-Change Model (ORC)
Model ORC, menurut Neal Gross (1979), disusun
berdarkan asumsi bahwa keberhasilan atau kegagalan perubahan organisasi
terletak pada kemampuan mengatasi penolakan staf terhadap perubahan yang direncanakan.
Dengan model ini, pimpinan mengidentifikasi masalah yang akan dihadapi guru
dalam implementasi dan penentuan penanggulang annya. Hal ini penting, karena sebelum perubahan
dilaksanakan, guru sebagai implementor kurikulum, harus berubah terlebih dahulu
sebelum dia melakukan perubahan kurikulum di kelas masing-masing (Ornstein&
Hunkis, 2013:228).[3]
3.
Konsep Implementasi Kurikulum
Pembelajaran di dalam kelas merupakan tempat untuk melaksanakan dan
menguji kurikulum. Dalam kegiatan pembelajaran semua konsep, prinsip, nilai,
pengetahuan, metode, alat dan kemampuan guru diuji dalam bentuk perubuatan,
yang akan mewujudkan bentuk kurikulum yang nyata (actual
curriculum-curriculum in action). Perwujudan konsep, prinsip, dan
aspek-aspek kurikulum tersebut seluruhnya terletak pada kemampuan guru sebagai
implementator kurikulum. Oleh karena itu, gurulah kunci pemegang pelaksanaan
dan keberhasilan kurikulum. Gurulah yang bertindak sebagai perencana,
pelaksana, penilai, dan pengembangan kurikulum yang sebenarnya. Suatu kurikulum
diharapkan memberi landasan, isi, dan menjadi pedoman bagi pengembangan
kemampuan siswa secara optimal sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan siswa,
orangtua, dan masyarakat.
Menurut Hasan (1984:12) ada beberapa faktor yang memengaruhi implementasi
kurikulum, yaitu “ Karakteristik kurikulum, strategi impelmentasi,
karakteristik penilaian, pengetahuan guru tentang kurikulum, sikap terhadap
kurikulum, dan keterampilan mengarahkan.”
Sementara itu, menurut Mars (Rusman, 2002:22) “Terdapat lima elemen
yang memengaruhi implementasi kurikulum sebagai berikut : dukungan dari kepala
sekolah, dukungan dari teman sejawat guru, dukungan dari siswa, dukungan dari
orangtua, dan dukungan dari dalam diri guru unsur yang utama.”
Berkaitan dengan implementasi kurikulum yang berbasis pada
kompetensi ( KBK dan KTSP) dikembangkan dengan berorientasi kepada pengembangan
kepribadian (kurikulum humanistik), menuju kepada kurikulum yang berorientasi
pada kehidupan dan alam pekerjaan (rekonstruksi sosial dan teknologi).
Kurikulum humanistik dapat diberlakukan pada awal pendidikan dasar, dimana
sejumlah kemampuan dasar untuk keperluan pengembangan pribadi seperti kemampuan
membaca, menulis, dan berpikir kritis, serta keberanian mengeluarkan ide atau
gagasan, dan bekerja sama perlu ditonjolkan. Selanjutnya, kurikulum
rekonstruksi sosial dan teknologi dipadukan dengan kurikulum subjek akademik
dapat digunakan pada pertengahan dan akhir pendidikan dasar. Pada jenjang
menengah, barulah mereka belajar berdasarkan disiplin ilmu (subjek akademik)
dengan tetap bersandar pada kehidupan
dan lingkungan masyarakat sebagai sumber kurikulum.
Implementasi kurikulum
seharusnya menempatkan pengembangan kreativitas siswa lebih dari penguasaan
materi. Dalam kaitan ini, siswa ditempatkan sebagai subjek dalam proses
pembelajaran. Komunikasi dalam pembelajaran yang multi-arah dikembangkan
sehingga pembelajaran kognitif dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa
tidak hanya penguasaan materi. Selain itu, pembelajaran sebaiknya dikembangkan
dengan menekankan pada aktivitas siswa untuk mencari pemahaman akan objek,
menganalisis dan merekonstruksi sehingga terbentuk pengetahuan baru dalam diri
siswa. Oleh sebab itu, pembelajaran bukan hanya mentransfer atau memberikan informasi, namun lebih
bersifat menciptakan lingkungan yang memungkinkan siswa dapat berpikir kritis
dan membentuk pengetahuan.
Menurut Nana Syaodih S (2001), untuk mengimplementasikan kurikulum
sesuai dengan rancangan dibutuhkan beberapa kesiapan, terutama kesiapan
pelaksana. Sebagus apapun desain atau rancangan kurikulum yang dimiliki, tetapi
keberhasilannya sangat tergantung pada guru. Kurikulum yang sederhana pun
apabila gurunya memiliki kemampuan, semangat, dan dedikasi yang tinggi,
hasilnya akan lebih baik daripada desain kurikulum yang hebat tetapi kemampuan,
semangat dan dedikasi gurunya rendah.
4.
Kemampuan Guru dalam Implementasi Kurikulum
Kemampuan-kemampuan yang harus dikuasai guru dalam
mengimplementasikan kurikulum adalah sebagai berikut :
1.
Pemahaman
esensi dari tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam kurikulum.
2.
Kemampuan
untuk menjabarkan tujuan-tujuan kurikulum tersebut menjadi tujuan yang lebih
spesifik.
3.
Kemampuan
untuk menerjemahkan tujuan khusus kepada kegiatan pembelajaran.
Kemampuan-kemampuan
tersebut mungkin sudah dikuasai oleh guru-guru dan para dosen, tetapi mungkin
juga baru sebagian atau baru sebagian guru yang menguasainya. Untuk
meningkatkan kemampuan guru atau dosen dalam penguasaan kemampuan-kemampuan
tersebut , perlu ada kegiatan yang bersifat peningkatan atau penyegaran.
Kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui diskusi-diskusi, simulasi dalam peer
group, atau MGMP/KKG selain dilakukan melaui lokakarya, pelatihan,
penataran, intern dengan mendatangkan narasumber.
Kendala yang
dihadapi dalam implementasi kurikulum ini adalah terutama berkenaan dengan :
(1) masih lemahnya diagnosis kebutuhan baik pada skala makro maupun mikro
sehingga implementasi kurikulum sering tidak sesuai dengan yang diharapkan; (2)
perumusan kompetensi pada tahapan mikro sering dikacaukan dengan tujuan
instruksional yang dikembangkan; (3) pemilihan pengalaman belajar yang
dikembangkan; (4) evaluasi masih sering tidak sesuai dengan tujuan
instruksional yang dikembangkan.
Untuk
mengantipasi kendala yang dihadapi, maka perlu diupayakan hal-hal sebagai
berikut. Pertama, dalam mendiagnosis kebutuhan seyogianya masyarakat. Kedua,
dalam implementasi kurikulum guru
mempunyai kewenangan penuh dalam menerapkan strategi pembelajaran dan
materi/bahan pelajaran. Ketiga, struktur materi diorganisasikan mulai
dari perencanaan pengajaran dalam bentuk jam pelajaran, sampai evaluasi menjadi
satu kesatuan yang berkaitan. [4]
[1] Mohamad
Ansyar, KURIKULUM Hakikat, Fondasi, Desain dan Pengembangan, (Jakarta : Kencana, 2009) hal. 448- 451
[2] Rusman, Manajemen
Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hal 77-78
[3] Mohamad
Ansyar, KURIKULUM Hakikat, Fondasi, Desain dan Pengembangan, (Jakarta : Kencana, 2009) hal.83
[4] Rusman, Manajemen
Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hal 74-77
Terimaksih makalahnya bisa buat referensi
BalasHapus